Tuesday, February 22, 2011

Yang Tampak dan Yang Tak Kasat Mata

Kelihatannya kita manusia sangat berpegang pada segala sesuatu yang tampak, yang terlihat, yang kasat mata. Kita hanya terbiasa melihat apa yang yang terlihat. Sepertinya kalau tidak terlihat maka sesuatu itu tak menjadi penting. Sudut pandang yang sepertinya wajar di kehidupan manusia modern yang memang semakin materialistis (bendawi).

Sejauh ikhtiar membangun segala sesuatu di Semi Palar, banyak hal yang kita bangun memang bukan sesuatu yang sifatnya kasat mata. Apa yang kami coba bangun bersama oleh para fasilitator (kakak guru) adalah bukan sesuatu yang kasat mata. Pendidikan, kami yakin adalah sesuatu yang terdapat di dalam (inside) diri anak-anak kita.

Dibandingkan banyak sekolah-sekolah lainnya, sepertinya sekolah Semi Palar tidak menawarkan apa-apa. Apa hasilnya tidak tampak jelas secara gamblang. Anak-anak di Semi Palar tidak punya angka-angka yang dibawanya pulang sebagai simbol sukses (atau gagal) dalam proses belajarnya. Catatan perkembangan yang disampaikan kepada orangtua, tampaknya juga tidak mudah dipahami dan dihayati. Rumit, kata beberapa orangtua. Tidak seperti angka-angka yang jelas, dengan gamblang mengukur tingkat keberhasilan dan prestasi anak. Tidak seperti piagam penghargaan atau piala juara kelas. Bukan juga melalui piala lomba dan kejuaraan-kejuaraan yang dilakukan. Kalaupun ada karya-karya atau rekaman kegiatan yang ditampilkan, hal-hal tersebut tetap bukan sesuatu yang jelas dan terukur. Mungkin karena kita sendiri tidak pernah belajar untuk mampu mengapresiasi sesuatu, menghayati proses yang terkandung di dalam sebuah karya.

Pembelajaran sejati, semakin lama semakin kami hayati, berpusat di hati nurani. Di lubuk sanubari… mungkin di situ letaknya. Dan justru karena itulah dia tidak kasat mata. Tidak muncul secara fisik. Karakter yang kami coba bangun dari hari ke hari, yang kami istilahkan sebagai cerdas hati dan cerdas pikiran, fungsinya memang sebagai pondasi. Lagi-lagi, pondasi adalah bukan sesuatu yang terekspos. Pondasi seperti kita ketahui adalah bagian dari sebuah bangunan yang terletak di dalam tanah. Seberapa tinggi bangunan bisa berdiri dan kokoh menjulang tergantung dari seberapa kuat pondasinya tertanam dan mencengkram tanah. Ibarat juga akar tanamanlah yang menentukan seberapa kokoh pokok tanaman tumbuh tinggi menjulang atau membuat bunga mekar berwarna atau buah-buahan subur bergantungan di ranting-rantingnya.

Dalam situasi ini, saat masyarakat Indonesia modern (justru) sedang serba berlomba dari sudut penampilan dan pencitraan, sekolah Semi Palar sepertinya tidak menawarkan apa-apa. Sekolah ini (dibandingkan sekolah lain) ibarat sekolah yang minim fasilitas, segala sesuatu serba seadanya. Tidak banyak mainan, tidak ada lab komputer, tidak ada lab fisika, tidak ada lab bahasa dll. Sekolah Semi Palar tidak memajang piala-piala dan piagam bukti prestasi sekolahnya. Lalu apa yang sebetulnya 'ditawarkan'? Saat dijelaskan bahwa sekolah Semi Palar berfokus pada program dan konsepnya yang holistik: apakah itu? tidak jelas juga, karena program dan konsep juga abstrak, tidak kasat mata. Apalagi kalau dijelaskan lanjut bahwa Konsep Pembelajaran Holistik bisa diterapkan di manapun juga di tempat-tempat yang fasilitasnya serba terbatas seperti di desa, di gunung, di dalam rimba… penjelasan ini (tampaknya) justru semakin membingungkan.

Lalu bagaimana mengapresiasi apa yang tumbuh di anak-anak kita di Semi Palar… sepertinya kita butuh mata hati. Sesuatu yang jangan-jangan sudah banyak kita tinggalkan. Mengamati, melihat anak-anak di Semi Palar berproses aku pribadi yakin butuh mata hati. Perasaan-perasaan kita yang akan berbicara, bukan logika dan penalaran kita semata. Di Semi Palar kita memang tidak banyak mengukur anak-anak kita tapi menghayati kedirian mereka; bagaimana mereka menampilkan / memunculkan diri mereka dengan aneka dimensi kediriannya. Secara kasat mata, mereka anak-anak biasa yang tidak ada istimewanya, apalagi tanpa nilai, ranking atau piala-piala. Tapi kalau mata batin kita terbuka, dalam diri mereka, kita bisa merasakan kehadiran individu-individu yang berkembang utuh dengan segala keunikannya.

Suasana dan kegembiraan belajar yang dialami anak sehari-hari di Semi Palar tidak bisa diukur, dan kita hanya bisa ikut merasakannya. Di dalam antusiasme mereka itulah proses belajar yang sesungguhnya berjalan. Mereka sedang mengumpulkan kepingan-kepingan pembelajaran dan kesadaran untuk belajar untuk kehidupan mereka nanti.

Sulit dipahami memang, tapi harus dirasakan dan dihayati… Semoga dengan melakukan hal ini, mata hati kitapun bisa semakin terbuka…