Perkenankan saya berbagi cerita.
Belum lama ini saya berbincang dengan sepasang suami istri dengan seorang anak perempuan berusia menjelang 6 tahun. Anak perempuan tersebut duduk di jenjang TK. Obrolan berlompatan secara spontan seputar banyak hal dan perlahan2 bergeser ke urusan pendidikan. Cerita punya cerita, sang ayah pun berkisah bahwa dirinya hanya sekolah sampai sebatas kelas 2 SMP. Beliau tumbuh tanpa ayah - entah sejak umur berapa - dalam suasana yang serba diliputi keterbatasan kalaupun tidak mau menyebutnya dengan berkekurangan...
Sekolah di mana anaknya sekarang bersekolah ini, adalah sekolah yang menurut mereka jauh dari jangkauan keluarga ini dalam hal pembiayaan. Di sisi lain, kedua orangtua ini meyakini sekolah ini yang mereka anggap baik dan cocok buat anak mereka. Entah prosesnya bagaimana, walaupun pada awalnya mereka ragu, ternyata waktu berjalan dan keluarga ini mendaftarkan putrinya ke sekolah ini.
Mereka berkisah bagaimana mereka begitu merasa was-was pertama berkunjung ke sekolah ini karena putri mereka juga terlihat suka dengan suasana di sekolah ini. Pada saat itu mereka menyadari bahwa sekolah ini diluar kemampuan mereka untuk membiayai - pada saat itu.
Tapi ini bukan inti ceritanya...
Dengan segala keterbatasan dirinya, sang ayah punya pandangan yang unik tentang kehidupan. Ia punya keyakinan luar biasa tentang berbagi. Ujarnya, "Untuk apa hidup kalau hidup kita tidak ada manfaatnya buat orang lain".
Obrolan berlanjut sampai beliau mengisahkan pengalaman dirinya mengenai keyakinannya ini. Di suatu titik waktu, keluarga mereka sedang punya kebutuhan pengeluaran (sesuatu yang harus dibayarkan) sebesar 7 juta rupiah dalam beberapa waktu ke depan. Saat itu, di kantong mereka hanya tersimpan sekitar 1 juta rupiah...
Entah bagaimana dalam situasi ini sang ayah masih punya keinginan besar untuk berbagi - sesuai keyakinannya di atas tadi. Keinginan ini disampaikan kepada istrinya dan sang istri juga menyetujuinya. Lalu sang ayah ini pergi membelanjakan 700 ribu rupiah yang dimilikinya untuk dibagikan. 300 ribu sisanya ia sisihkan untuk kebutuhan diri dan keluarganya. Soal kebutuhannya mereka meyakini akan ada jalannya.
Iapun membelanjakan 700 ribu uangnya dalam bentuk makanan. Kemudian iapun pergi berkeliling dan membagikan bungkusan-bungkusan makanan itu kepada orang-orang yang ia jumpai dan tampak membutuhkan - tanpa syarat apapun. Sebelum berangkat ia berkomitmen untuk membagikan itu tanpa memilih, apakah orang tersebut lagi 'ngelem', usianya tua ataupun muda, mau berterima kasih atau tidak... siapapun". Beberapa menolak pemberiannya dengan pandangan curiga. Dengan caranya yang rendah hati, ia bilang kepada siapa ia ingin berbagi, "Bapak (atau ibu), saya sedang gembira, saya ingin membagikan kegembiraan itu kepada Bapak atau ibu..."
Dan itulah yang beliau lakukan...
Beberapa waktu berlalu, lalu ia melanjutkan kisahnya, keajaibanpun terjadi. Saatnya ia harus membayarkan tagihannya itu, entah darimana datangnya, ia bercerita ia bisa punya 11 juta rupiah di kantongnya, untuk membayarkan keperluan usahanya dan masih bersisa untuk dirinya dan keluarganya... Rejeki ternyata datang tanpa mereka duga.
Memutuskan berbagi dengan uang yang terbatas yang dimilikinya bukan tindakan yang masuk akal... tidak logis. Siapa dari kita yang akan melakukan itu? Tapi keyakinan dirinya berbuah, dan semesta menjawab ketulusan keluarga itu untuk berbagi di tengah segala keterbatasan mereka... Luar biasa...
Rupanya semesta tidak bicara dengan logika atau itung-itungan untung rugi belaka. Semesta adalah tentang perjalanan dan pertukaran energi. Kalau kita tak henti berbagi, kitapun akan menerima... Kisah di atas tadi adalah kisah nyata tentang bagaimana kita punya peluang untuk berbagi kebaikan dengan cara apapun. Dan di dalam kisah tadi tersimpan keyakinan bahwa kehidupan selalu baik bagi kita, tergantung bagaimana kita memandangnya...
Sebagai penutup cerita, putri keluarga tersebut sampai hari ini masih menerima pendidikannya di sekolah yang mereka anggap ideal. Rupanya kebaikan-kebaikan yang mereka lakukan membuahkan rejeki yang memungkinkan mereka menyekolahkan putrinya di sekolah ini. Hal ini jadi kebahagian tersendiri buat keluarga ini mengingat segala keterbatasan yang ada di dalam mereka. Tapi rupanya, mereka punya hal yang tak berbatas yaitu kebaikan dan ketulusan hati untuk berbagi.
Namaste _/\_