Saturday, February 14, 2009

Pertemuan Simpul Pendidikan Bandung : menghadapi UU BHP


Bertepatan dengan hari kasih sayang (valentine's day) saya hadir di pertemuan Simpul Pendidikan, sebuah forum pendidikan yang sudah cukup lama eksis di Bandung. Saya sendiri baru pertama kali menghadiri pertemuan ini.
Kali ini kita membahas tentang UU BHP, salah satu hal yang cukup bikin heboh dunia pendidikan. Sebetulnya (terus terang) hal-hal ini cukup 'bikin males' kita-kita pengelola dunia pendidikan, tapi sebagai lembaga pendidikan yang eksis di Indonesia, bagaimanapun ini sangat penting untuk kita pahami sepenuhnya dan kemudian bisa kita jadikan pijakan tentang bagaimana kita menyikapi dan memosisikan diri dalam konteks formalitas lembaga pendidikan.

Narasumber di pertemuan itu : Pastor Ferry Sutrisna yang menganalisa konten (isi / substansi UU BHP) dan Ibu Notaris Anita yang membahas dari sisi legalitasnya.

Hadir di pertemuan itu (mudah-mudahan tidak ada yang terlewat) Bapak dan Ibu mewakili sekolah Tunas Unggul, Gemilang Mutaffanin, Al Azhar Syifabudi, Yayasan Mentari, SD Bianglala dan teman-teman dari Cendekia Leadership School, Gagas Ceria sebagai tuan rumah dan saya mewakili Rumah Belajar Semi Palar.

Kesimpulan umumnya (yang saya pahami) adalah sbb :
  • Spirit dari UU BHP ini adalah kemandirian / otonomi penyelenggaraan sekolah. Dan karena asas otonomi itu, banyak hal-hal baru yang diatur dalam Undang-undang sehingga otonomi tersebut tidak disalah-gunakan. Dari sisi ini, saya pribadi melihat hal ini sangat mencerahkan. Dan menjadi sejalan dengan UU Sisdiknas yang spiritnya juga - sebagian besar adalah otonomi, yang kemudian diterjemahkan dalam Kurikulum 2006 - KTSP, dimana sekolah menjadi tempat dimana kurikulum diolah dan diterjemahkan ke dalam pelaksanaan pembelajaran. Otomatis karena peran negara dikurangi akan ada banyak hal yang diatur lebih detail sehingga 'pengawasan' negara / birokrasi bisa dialihkan ke stakeholder sekolah itu sendiri, seperti orangtua, guru dan kepala sekolah. Hal ini juga kemudian akan mensyaratkan keterbukaan pengelolaan (transparansi manajemen) dan lain sebagainya. Singkatnya ini hal yang asik (dalam opini pribadi saya)
  • Hal yang banyak disorot dan dikritisi masyarakat adalah soal pendanaan. Karena dengan anggaran pemerintah untuk pendidikan sebesar 20% dari APBN, berdasarkan UU, negara WAJIB membantu pendanaan sekolah-sekolah negeri. Tapi tidak demikian untuk sekolah / yayasan2 swasta. Disebutkan pemerintah boleh (tidak wajib) membantu sekolah swasta. Hal ini akan sangat membalik / merubah situasi penyelenggaraan persekolahan di Indonesia karena sejak dulu sekolah swasta hidup menyelenggarakan kegiatan pendidikan dari dana masyarakat. Dikhawatirkan ketimpangan pengaturan ini akan mematikan lembaga-lembaga pendidikan swasta, yang selama ini ikut berpartisipasi membantu pemerintah menyelenggarakan pendidikan untuk masyarakat. Kalau dipandang UU ini tidak adil, ya memang demikianlah adanya.
Dengan banyak kelemahan saya lihat UU BHP ini juga ada kelebihan-kelebihannya. Dan ini adalah salah satu langkah penting dalam dinamika penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Semoga saja dalam pelaksanaannya, tidak banyak penyimpangan. Dan tanpa berpikir terlampau pesimistik, mudah-mudahan UU BHP ini bisa jadi pijakan penting perbaikan pendidikan di Indonesia (maksudnya anggaran tidak banyak disalah-gunakan dan tepat sasaran) sehingga masyarakat Indonesia bisa setahap demi setahap melangkah maju...

Sudah terlalu lama kita berdiri di satu titik... bahkan jangan-jangan melangkah mundur...