Wednesday, December 30, 2009

In Memoriam Gus Dur : refleksi diri

Kalau Gus Dur dulu ga naek jadi presiden, jalan hidup aku dan keluargaku hari ini sudah hampir pasti berubah drastis. Kembali ke akhir tahun 1996 saat aku pulang dari studi di Australia, enam bulan kemudian kita semua berhadapan dengan krisis multi dimensi yang melanda Indonesia. Saat itu memang segala antusiasme dan semangat besar setelah kembali dari 'menuntut ilmu' tiba-tiba surut, karena apa yang di hadapan kita di depan mata tampak begitu suramnya.

Saat itu keluarga, terutama ayahku berkata : kalau Gus Dur tidak naik jadi presiden, sebaiknya kamu kembali ke Australia dan mencoba merintis hidup di sana. Jadi satu dari sekian banyak orang-orang khususnya etnis Tionghoa yang eksodus keluar negeri karena situasi masyarakat yang begitu tidak kondusif. Aku-pun dengan segera mengiyakan. Tapi di sisi lain aku juga menaruh begitu besar harapan buat Gus Dur karena aku menaruh banyak cita-cita dan harapan tentang apa yang bisa aku lakukan di negaraku ini. Aku yakin banyak sekali orang yang punya harapan sama seperti aku. Dan memang menelaah Gus Dur dalam perjalanan hidupnya memang selalu menempatkan diri untuk orang-orang yang terjepit dan terpinggirkan.

Mengamati perjalanan Gus Dur yang nyeleneh, aku sempat mengambil kesimpulan bahwa Gus Dur adalah memang orang yang luar biasa... Beliau itu bukan level-an kita-kita. Walaupun penglihatannya terganggu, aku yakin betul mata batin beliau yang lebih berfungsi dengan kepekaan luar biasa. Gus Dur mampu memandang lebih jauh dari apa-apa yang bisa kita lihat dan pahami.
Saat beliau berkomentar anggota DPR seperti anak-anak TK, aku-pun hanya tersenyum dan berpikir mungkin memang itulah yang beliau 'lihat' dan rasakan saat berhadapan dengan mereka, wakil-wakil kita semua di DPR.

Dua tahun Gus Dur menjabat punya dampak luar biasa bagi Indonesia dan bagi banyak pribadi, termasuk aku sendiri. Saat ia 'diturunkan' dari jabatannya sebagai presiden, beliau tampaknya tidak terganggu. Aku pikir dia sadar betul tugasnya sudah selesai... "Begitu aja kok repot".
Beliau memang seseorang yang jadi pemimpin karena kesadaran bahwa ada yang harus beliau lakukan untuk bangsa dan negaranya. Memang Gus Dur dalam kepemimpinannya dalam waktu yang singkat, membenahi banyak hal-hal prinsip untuk Indonesia, dan membangun ruang kehidupan yang penuh harapan untuk banyak orang, seperti halnya buat aku, istri dan anak-anakku. Dan memungkinkan kami melakukan apa yang bisa kami lakukan hari ini, di tempat ini.

Tulisan ini untuk mengenangmu Gus. Aku tidak mengenalmu secara pribadi, tapi engkau telah menyentuh hidupku secara begitu pribadi. Semoga banyak hal baik dari dirimu mampu kami teladani. Terima kasih banyak Gus atas segala inspirasimu. Selamat jalan. Semoga engkau tetap mendampingi kami semua dari atas sana... Selamat jalan.

Friday, December 18, 2009

berobat alternatif

Beberapa minggu lalu saya mengantar istri ke satu tempat praktek pengobatan alternatif di sekitar jalan Gunung Batu - sekitar 2 kilometer dari pintu tol Pasteur menuju Cimahi. Ahli pengobatannya dikenal sebagai pa' Yeyep. Setelah mencari2 menerobos gang kecil (yang lebih kecil dari gang senggol) dan berliku-liku (seperti labirin) akhirnya tempatnya ketemu juga. Setelah parkir kendaraan kamipun diantarkan oleh seorang anak muda ke tempat pengobatan tersebut. Kami harus berjalan kaki memasuki gang2 kecil sempit dan belak-belok untuk menemukan tempat tersebut. Di sana sudah cukup ramai menunggu para pasien. Sayapun cari tempat menunggu dan duduk di sana.

Tempatnya sangat sederhana. Sebentar kemudian saya mulai ngobrol dengan seorang bapak yang ada di sana. Beliau datang dari Padalarang. Tak lama pembicaraan bergeser ke pengobatan alternatif vs. berobat ke dokter. Obrolan pun tambah seru setelah bergabung lagi seorang bapak dari Majalaya, lalu seorang lagi yang tinggal di daerah Cipedes. Intinya sih mereka sudah tidak cocok lagi pergi ke klinik, atau ke dokter (baca : pengobatan modern) Akhirnya merekapun berobat ke sini (baca : pengobatan alternatif). Ada seorang ibu yang bercerita suaminya sembuh dari kanker. Tentunya cukup menarik saat cara pengobatan seperti Pak Yeyep ini mendatangkan pasien dari banyak daerah yang cukup jauh sampai dari Tasikmalaya maupun daerah2 lainnya.

Tanpa disadari kamipun sudah sangat menghindari pergi ke dokter. Kedokteran modern (yang disimbolisasi oleh orang2 memakai jas warna putih, kadang berdasi) memang dibentuk oleh ilmu pengobatan dari Barat. Mereka-lah yang akhirnya mendefinisikan segala sesuatu yang disebut sebagai ilmu pengobatan. Tapi apakah betul ilmu2 tersebut membawa kemajuan? Buat saya ini tanda tanya besar. Dalam hal teknologi mungkin betul, tapi secara pengobatan (medikasi) saya merasa sangat tidak yakin. Setau saya pengobatan dari Barat mendefinisikan kesehatan dengan ketiadaan penyakit (the absence of illness). Tapi ilmu pengobatan Timur mendefinisikan kesehatan secara lebih luas, lebih holistik, termasuk di dalamnya keseimbangan lahir batin, jasmani rohani bahkan menelaah keharmonisan individu dengan lingkungan sosialnya.

Mendengar dan melihat sendiri Pa Yeyep in action, it's like magic. Seperti ga masuk akal! Tapi ya itulah kelebihan dia. Salah satu manusia yang dianugerahi kelebihan2 natural untuk melihat dan mendeteksi kelainan2 kesehatan pasien2nya, beliau mampu mendeteksi kesehatan tubuh melalui telapak kaki pasiennya. Dengan 'membaca' aliran darah pasiennya, Pak Yeyep mampu menyebutkan tekanan darah, kadar asam urat, kolesterol dan lain sebagainya dengan akurat. Beliau juga menyarankan pasiennya untuk membandingkan hasil pengukurannya ke lab. Dan dari apa yang saya ketahui, hasil pengukuran Pa Yeyep yang tanpa alat sangat sangat akurat dibandingkan hasil pemeriksaan Lab.

Mengamati bagaimana dokter2 sekarang bekerja, obat2 yang diresepkan, cara dan pendekatan pengobatan yang 'canggih', teknologi yang digunakan, cara kerja Pa Yeyep sepertinya sederhana sekali. Tapi sepertinya disitulah letak keunggulannya. 'Non invasive' mungkin istilahnya. Metode yang tidak menginvasi / menyerang tubuh pasien. Pengobatannya yang dilakukan Pa Yeyep dengan terapi juice, juga terdengar sederhana sekali. Tapi ya itulah kelebihan pengobatan Timur, di mana yang dilakukan adalah mengembalikan kembali keseimbangan metabolisme tubuh; atau aliran energi (Chi) dalam konteks pengobatan Cina. Dan inilah yang menjadikan pengobatan Timur luar biasa, saat seseorang sakit, yang diperbaiki adalah kondisi dan kekuatan tubuhnya dan kemampuan alami tubuh manusia untuk mengobati sendiri tubuhnya (self healing). Pengobatan Barat, sebaliknya mengobati penyakit dengan cara menyerang penyakitnya dengan obat2an (bahan kimia). Dan inilah yang menjadikan penyakit2 baru bermunculan, karena para penyakit-pun berlomba memperkuat diri dan akibatnya merentankan diri terhadap obatan2 yang terus menerus dihadapinya. Obat dan penyakit 'pakuat-kuat' in a neverending circle. Sampai kapan mau berhenti.

Dokter2 saya pikir tidak mesti menang dalam hal skillnya dibandingkan para pengobat tradisional. Mereka hanya punya ijazah saja, that's all. Sudah semakin banyak orang-orang yang pindah berobat karena pengobatan modern tidak mendatangkan solusi dan dalam kondisi tertentu bahkan memperburuk situasi. Di sisi lain memang banyak praktisi pengobatan tradisional yang tidak betul-betul bisa mempertanggung jawabkan teknik pengobatannya, karena memang tidak memiliki lisensi atau sertifikat. Hal ini memunculkan kesulitan tertentu bagi masyarakat yang ingin mencoba pengobatan alternatif.

Bagi para praktisi pengobatan Timur, pada umumnya mereka harus memiliki suatu bakat atau kepekaan tertentu. Tidak semua orang bisa mempraktekkan pengobatan Timur. Ini juga berbeda dengan ilmu pengobatan Barat. Saya sendiri mengalami beberapa kali berhadapan dengan dokter yang dari sudut pandang saya profesionalitasnya sangat tidak oke. Mungkin soal ijazah itu tadi yang membedakan. Asal punya ijazah, orang bisa jadi dokter, walaupun belum tentu dia praktisi pengobatan yang hebat. Apalagi dengan biaya pendidikan menjadi dokter yang sangat tinggi, dokter2 (dan rumah sakit) sekarang jadi sangat komersial karena harus mengejar 'balik modal'. Dedikasi akhirnya jadi tanda tanya besar di sana.

Satu buku yang saya baca dan menggambarkan kelebihan keduanya ( ilmu pengobatan barat dan timur dan kemudian saling melengkapi) adalah buku The Myracle of Enzyme yang ditulis oleh Dr. Hiromi Sinya. Beliau adalah seorang dokter kelahiran Jepang, yang memperdalam ilmu kedokterannya di Amerika Serikat. Menariknya beliau tidak menghilangkan pemahaman2nya tentang kesehatan yang diperolehnya di Jepang dan justru melengkapinya dengan ilmu kedokteran modern (teknologi kedokteran) dari Barat. Hasilnya beliau adalah dokter yang luar biasa. Sangat menarik bahwa Dr. Sinya tidak pernah meresepkan suatu obat atau melakukan operasi kepada pasien-pasiennya, bahkan untuk penderita penyakit2 yang parah sekalipun (terminal illnesses)

Lalu kesimpulannya apa? Dengan tidak berpretensi merendahkan pengobatan modern yang sudah sangat maju, saya lihat keduanya punya tempatnya masing-masing. Ada hal-hal yang menjadi kekuatan / kelemahan masing-masing. Tapi dari sudut pandang ilmu pengobatan Timur yang lebih holistik / utuh, saya pribadi cenderung mendahulukan pendekatan ini.  Dari sudut pandang spiritualitas, sepertinya ilmu pengobatan timur punya penghormatan yang lebih tinggi terhadap tubuh manusia sebagai entitas yang utuh, sakral dan tidak bisa dipilah-pilah. Kita masing-masing yang bisa menentukan pilihan.

Peta Lokasi : 


View Yeyep Juice Therapy in a larger map

Powered by ScribeFire.

Thursday, December 3, 2009

Pendidikan dan Kebudayaan : Isu Konten Lokal dan Globalisasi

Menyiapkan anak menghadapi globalisasi, saya lihat ada poin yang hampir selalu terlewatkan yaitu pentingnya LOCAL CONTENT. Dengan semakin seragamnya segala sesuatu dalam konteks global (komunikasi, penyebaran informasi, komersialisasi dll.), konten lokal justru menjadi semakin bernilai. Saat semua semakin seragam di belahan dunia manapun, keunikan akan semakin tinggi nilainya. Saat di semua bagian dunia ada Mc Donald, lalu apa istimewanya Mc Donald? Nasi timbel atau peuyeum akan menjadi unik dan bernilai tinggi karena satu-satunya tempat di mana dia bisa dicari adalah di tatar Sunda sini. Ironisnya, kenapa masyarakat kita begitu ingin beralih kepada segala sesuatu yang asing dan meninggalkan budayanya sendiri. Kita bisa paham kenapa Malaysia begitu berhasrat untuk memiliki konten-konten kebudayaan Indonesia, karena mereka sadar betul akan nilainya yang sangat tinggi. Ini salah satu poin penting yang diangkat oleh John Naisbit dalam bukunya Global Paradox.

Satu2nya konten yang tidak mungkin diduplikasi di bagian dunia lain adalah kebudayaan. Karena kebudayaan adalah sesuatu yang sungguh-sungguh lokal dan erat kaitannya dengan akar tradisi suatu masyarakat. Ini berhubungan dengan penghayatan masyarakat terhadap konteks mereka (lingkungan alam tempat kehidupan mereka, nilai-nilai yang dianut masyarakat tersebut dll.), terkait erat dengan pemaknaan, penghayatan dan spiritualitas mereka di dalam proses hidupnya. Kebudayaan tidak bisa diperjual-belikan atau dipindah-tempatkan begitu saja, karena sebagian besar nilai (makna)nya akan hilang saat sebuah kebudayaan lepas dari konteksnya.

Saat ini, sekolah-sekolah hanya fokus pada pembelajaran bahasa asing. Hanya itu saja, hanya aspek kemampuan komunikasi saja. Oke anak-anak kita akan bisa berkomunikasi, tapi konten apa yang mereka miliki, kemudian akan bisa dibagikan / disharingkan kalau penghayatan mereka terhadap budaya lokal-miliknya sendiri sangat minim. Sama halnya dengan Teknologi Informasi. Dalam pandangan saya TI hanyalah mediumnya. Kalau kita menguasai TI, konten apa yang akan kita hantarkan lewat teknologi tersebut? Dengan pola belajar sekarang di sekolah-sekolah kita, anak-anak kita hanya menguasai akan mediumnya. Konten / messagenya sendiri tidak dimiliki, atau jangan-jangan sudah terlebih dulu dikuasai orang lain. Saya kira kita banyak salah menerjemahkan cara mempersiapkan anak-anak kita menghadapi globalisasi. Pendidikan dengan demikian harus merupakan sesuatu yang sangat lokal, karena harus berakar pada kebudayaan masyarakatnya. Dari sudut pandang ini saya pribadi sangat tidak sejalan dengan penyelenggaraan pendidikan yang mengambil kurikulum dari luar negeri (impor). Pendidikan semacam ini, walaupun sepintas tampak keren dan bergengsi (bahkan disebut menyiapkan anak2 untuk globalisasi), berperan besar dalam menyerabut anak-anak bangsa dari akarnya, dari masyarakat tempatnya lahir dan berkembang.

Saturday, November 14, 2009

The Story of Stuff

this is an important website to look at. there are things we are taking for granted related to our lifestyle, our understanding of all the stuffs around us. we are not paying the full price of most of the stuffs that we pay.
we need to be better informed. check-out the site, get educated...


Sunday, November 8, 2009

gersangnya Bandung Utara





gambar ini diambil waktu pergi bersepeda bersama rombongan B2W setelah Idul Fitri tahun 2008. Ceritanya silaturahmi di atas sepeda... Dalam perjalanan sebelum gowes inilah yang saya lihat. Lokasinya adalah di daerah utara Padasuka (jalan masuk ke Saung Udjo)
Menghawatirkan sekali. Dan ini adalah bagian kecil Bandung Utara yang kebetulan terlihat.
Kabarnya bagian2 yang lain sama juga kondisinya. Apa yang bisa kita lakukan?
Tidak heran kota Bandung semakin panas...

Wednesday, October 28, 2009

foto :: kusir delman

kusir delman

Waktu gambar ini aku ambil, posisi si bapak cukup jauh, ada di seberang jalan. waktu itu aku sedang berhenti di tengah keramaian Malioboro. Entah kenapa pandangan aku tertarik ke bapak ini. Mungkin ekspresi wajahnya, entah apa...
Kamera aku nyalakan dan mencoba mencari momen di tengah seliwerannya kendaraan di antara aku dan si bapak ini.
Entah kenapa wajah2 seperti ini selalu banyak bawa kesan, mungkin karena raut wajahnya merefleksikan pengalaman hidupnya sampai saat ini, seperti sketsa yang muncul dari garis-garis di wajah mereka...

Friday, October 9, 2009

oma tua dan nona pengendara CRV

Kita lagi di jalan menuju suatu tempat dan mampir di depan warung Mie untuk beli dua bungkus Yamien pesanan seseorang. Saat itu kita di Jalan Sadewa. Lyn turun untuk beli Mie Baso, akupun cari tempat teduh untuk parkir di tepi jalan. Setelah parkir, buka jendela mobil dan menunggu Lyn selesai 'bertransaksi'.

Sambil SMS-an, akupun melihat di spion, seorang oma tua berjalan pelahan di sebrang jalan. Dengan dandanan tipikal oma2 yang klasik: pake sendal jepit, memegang payung di tangan kirinya karena hari panas, tangan kanannya membawa keranjang belanja yang ditutup lap serbet kotak2, entah apa isinya...

Sebentar kemudian aku mendengar suara klakson berulang2. DIN, DIN-DIN, DIN... seperti orang yang tidak sabar. Aku liat di spion lagi, sebuah mobil CRV warna silver ternyata mengelaksoni si oma tadi yang memang sedang melewati beberapa mobil yang diparkir di pinggir jalan. Klakson CRV itu bunyi terus, memang jelas pengemudinya ga sabar, karena dia tidak bisa melewati si Oma yang berjalan pelan tadi...

Akhirnya si Oma itupun bergeser ke pinggir jalan dan mobil CRV itupun berlalu tancap gas melewati mobilku. Pengemudinya, seorang nona modis berkacamata hitam, yang sedang asik ketawa-ketiwi ngobrol menggunakan hapenya...

Ya ampuun, kok bisanya ya? si nona meliat oma tua tadi sebagai apa ya? Atau jangan2 sama sekali tidak nampak di matanya? Kesannya hebat sekali ya dia, dan sudah hilang sama sekali respeknya terhadap orang lain, seorang ibu yang sudah sepuh, yang berjalan-pun sudah susah, di tengah terik siang hari, sementara si nona tadi tanpa sedikitpun peduli hanya merasa bahwa ada orang lain yang menghalangi jalan mobilnya... Masih adakah yang namanya kepekaan, respek dan empati?

Kalau itu potret masyarakat kita, generasi muda kita, mau jadi apa bangsa kita? Mudah2an peristiwa yang aku saksikan itu hanya satu peristiwa saja.





Powered by ScribeFire.

Thursday, September 17, 2009

bertautan

bertautan
dah lama ga posting jepretan2 iseng aku. yang ini aku potret di rumah.
kebetulan jadi sesuatu yang menarik perhatian saat bilah2 daun palem sebelum daunnya betul2 mengembang
masih terikat satu sama lain...



Sunday, August 16, 2009

Burung Gereja dan Senapan Angin

Sore hari sepulang aku dari Smipa, anak2 sudah menunggu di depan pintu garasi. Dengan hebohnya mereka meminta aku bergegas turun dan menunjuk ke arah atap gudang sambil bercerita tentang seekor burung gereja yang terluka dan hinggap di sana karena tidak bisa terbang ke mana-mana. Mereka ribut bahwa burung gereja itu luka karena ditembak seseorang. Di sebelahnya terlihat ada lagi seekor burung gereja yang sudah mati beberapa hari yang lalu. Kabarnya karena penyebab yang sama. Anak2 terus meminta aku naik ke atap untuk menolong burung yang masih hidup. Akhirnya aku-pun naik ke atap dan mengambil kedua burung malang itu. Saat mendekat memang mengenaskan sekali, burung yang masih hidup tertembak di bagian kepalanya, bagian mata kiri-nya hancur. Anehnya burung itu masih hidup, waktu aku berusaha menangkapnya, burung itupun masih meronta, badannya masih kuat. Setelah aku menggenggamnya, burung gereja itu-pun mulai tenang.

Lalu akupun mengajak Rico untuk mencari siapa yang bermain senapan angin dan menembaki burung2 gereja itu. Kami-pun berusaha mencari tahu dari petugas keamanan di lingkungan kami. Setelah berkeliling dan menemukan siapa yang melakukannya, aku-pun memberanikan diri untuk menegur dan memintanya untuk tidak menjadikan burung gereja sebagai sasaran tembaknya.

Yang bikin aku bingung, kenapa hal sebesar ini, menghilangkan nyawa mahluk hidup - yang tidak berdosa - dan sedikitpun tidak mengganggu, sepertinya ini sesuatu yang sama sekali biasa. Beberapa orang yang aku temui seakan bingung saat aku bilang bahwa aku akan mencoba menyelamatkan burung yang terluka itu. Sehari kemudian, burung yang terluka itupun akhirnya mati, setelah Inka berusaha menyiapkan kandang kecil, tempat tidur, makanan dan air minum untuknya.

Aku sama sekali ga tau apa yang aku, Rico dan Inka capai dari segala kerepotan dan kehebohan di sore itu. Mudah2an sedikitnya tersampaikan ke beberapa orang bahwa seharusnya kita tidak memperlakukan sesama mahluk hidup sesuka hati kita. Apakah faham atau tidak, aku tidak akan pernah tahu. Buat anak2ku, mudah2an aku sedikitnya mengajak mereka mengalami bahwa mahluk2 hidup yang tidak bisa membela diri kadang perlu pertolongan kita juga. Dan kita, sedikitnya bisa melakukan sesuatu. Mudah2an pengalaman sore itu bawa secuil pembelajaran buat mereka.


Bandung MACET! : hilangnya hak warga Bandung

Weekend ini memang long weekend sehubungan dengan libur 17-an. Dan seharusnya kita sudah tahu bahwa Bandung akan padat - sudah biasa...
Tapi sore kemaren memang luar biasa. Bete banget. Perjalanan dari Pajajaran ke Setiabudi bisa makan waktu hampir 2 jam.
Jalanan padat dipenuhi mobil2 berpelat nomor luar kota. Lalu kita jadi berpikir. Kok kita sebagai warga kota jadi kebagian ga enaknya. Yang enak hanya yang empunya hotel, resto, FO dan tempat rekreasi - mereka yang secara langsung dapat keuntungan besar dari ramainya kota Bandung. Lalu bagaimana dengan sisa warga kota yang lain. Kita hanya kebagian macet, polusi dan sampah yang ditinggalkan orang2 yang datang dari kota lain. Beban lingkungan hidup? Sudah pasti lebih banyak, semakin berat. Padahal sekarangpun di hari2 kerja kota Bandung sudah sangat padat. Semestinya lingkungan kota-pun perlu punya waktu untuk istirahat...
Lalu untuk warga kota ga nyaman? Udah pasti banget...

Memang orang2 Jakarta banyak yang mampir Bandung karena kotanya sendiri ga nyaman. Tapi gimana dengan kita yang kotanya sebetulnya cukup nyaman, tapi kemudiani jadi ga nyaman karena diserbu orang2 luar kota. Banyak dari kita yang jadinya hanya memilih untuk tinggal di rumah. Dan situasi ini semakin memburuk dari waktu ke waktu.

Mencari SOLUSI?
Apa yang bisa kita lakukan? Apa yang seharusnya pemerintah kota lakukan? Seharusnya ada sesuatu yang bisa dilakukan supaya situasi ini menguntungkan semua pihak dan bukannya merugikan sebagian besar warga kota. Tapi masalahnya apakah pemkot memikirkan hal ini? Mungkin juga mereka ga pernah kena macet ya karena pejabat kota kalo ke mana2 pasti dikawal fore-rider... Melihat ke depan jangan2 ini bakalan semakin sulit diantisipasi kelewat buruk. Saat ini pun sudah sulit membayangkan solusinya apa yang mungkin. Bisa ga sih pemkot membatasi mobil wisata luar kota misalnya hanya di minggu pertama dan ke tiga, supaya warga kota Bandung punya waktu untuk menikmati kotanya sendiri.
Mungkin ga pemkot memberlakukan semacam tiket masuk kota Bandung (Bandung sebagai kota wisata), supaya pemkot punya dana tambahan untuk pembangunan kota atau fasilitas2 umum yang diperuntukkan meningkatkan kenyamanan warga kota atau para wisatawan. Untuk membangun tempat parkir di kawasan Cihampelas misalnya, memberlakukan area pejalan kaki di area2 tertentu, transportasi umum yang lebih OK, dll. Pemkot punya dana, masyarakat Bandung bisa dapat fasilitas baru dan Bandung pun lebih maju.

Pertanyaannya, akankah ada kepedulian ke sana?


Saturday, August 8, 2009

Sharing di Refresher's Training Ibu2 Asuh SOS Kinderdorff



Hari ini aku diminta sharing di SOS Kinderdorff, membawakan materi tentang 'Interaksi Dengan Anak Sebagai Wujud Cinta'. Waktu tau kepada siapa aku diminta sharing aku bingung juga. Apalagi setelah dengar temanya. Tugas berat. Aku tau persis ibu2 asuh di SOS Kinderdorff melakukan apa yang mereka lakukan pastinya karena cinta. Apalagi yang bisa memotivasi mereka mendedikasikan hidupnya untuk menjadi seorang ibu dari anak2 yang bukan anak kandungnya. Anak-anak yang ditinggalkan atau kehilangan orangtuanya sejak bayi atau di usia yang lebih dewasa. Apapun itu, pastinya ada luka di diri mereka dan aku yakin apa yang diberikan oleh SOS Kinderdorff melalui para ibu asuh akan sedikit banyak mengobati luka itu...

Sabtu pagi harinya aku masih bingung mau ngomong apa, apa yang bisa aku sharingkan, karena memang walaupun ada sedikit2 yang aku tahu tentang pendidikan, situasi para ibu dan apa yang aku kerjakan sehari2 sangat berbeda : para ibu sebagai ibu rumah tangga dan Semi Palar adalah sebuah sekolah. Tapi toh kita pasti bicara soal pendidikan, mendewasakan anak2 kita masing2 dengan cara kita masing2. Dan yang aku pikir bisa nyambung adalah proses belajar sebagai sebuah proses penemuan diri. Walaupun proses penemuan diri adalah suatu yang penting / esensial untuk setiap individu, aku pikir justru lebih demikian untuk anak2 asuh Kinderdorff. Mereka harus mampu memahami / memaknai jalan hidup mereka yang hampir pasti bawa pertanyaan atau kesedihan buat mereka. Tapi toh semua peristiwa ada maknanya. Setiap kejadian ada tujuannya. Dan untuk mereka ini jadi sesuatu yang penting dan sangat menentukan untuk perjalanan mereka menjadi dewasa. Tapi dari cerita2 yang aku dapat, banyak kisah hebat dari anak2 asuh Kinderdorff. Apakah jalan hidup mereka lebih sulit, mungkin ga juga, karena pada saat kekosongan diri mereka ada yang mengisi, ada yang melengkapi, kesadaran diri mereka jangan2 bisa lebih mudah mereka temukan.

Seperti yang sempat aku ungkapkan kepada para ibu, bahwa di keluarga2 yang serba berkecukupan bahkan berkelimpahan, banyak anak justru tidak memperoleh hal esensial bagi proses penemuan diri mereka : cinta kasih dan perhatian dari orangtuanya.


Berada di tengah ibu2 asuh ini (yang datang dari banyak daerah, termasuk Bali dan NTT - Flores) aku banyak dapat kesan luar biasa. Di balik kesahajaan beliau2 ini, aku melihat kedalaman pemikiran para ibu ini. Buat aku ini pengalaman luar biasa. Momen pembelajaran yang besar buat aku. Cerita mereka dan pertanyaan2 yang diungkapkan menggambarkan kepedulian yang besar untuk anak2 yang mereka dampingi.

Makasih untuk Hadi, Banteng & Monic yang memberi saya kesempatan.




Friday, August 7, 2009

1 2 3 4 5 6 7 8 9



I got this 'reminder' in a SMS from my mom... Some short moment before this moment.


At 12 hr 34 min and 56 seconds

on the 7th of August this Year,

the time & date will be :


12:34:56 07/08/09 = 123456789


This moment will never happen in your life again.


… but then again


Every other moments will never repeat itselves.

That is why 'now' is called The Present. It is a gift, it is truly a gift.

Each moment must be special.

So we must do our best to treasure them, as they will never happen again.


Monday, July 27, 2009

Leaving Some Traces Behind

Beberapa waktu lalu, aku sama kakak2 iparku ngobrol selagi santai... Ngalor ngidul, entah ke mana...
Sampai di satu titik muncul pertanyaan... "Kenapa ya di jaman sekarang ini waktu seakan hilang entah ke mana..., kita itu kan sekarang banyak sekali kemudahan, tapi kok waktu seakan berjalan semakin cepat..." Dan waktu seakan memang hilang begitu saja...

Obrolan ini membuatku berpikir kesana kemari juga. Tapi intinya sih yang aku pikirkan ya begini. Pertama orang sepertinya terbawa arus kehidupan... Di jaman sekarang ini yang serba cepat dan serba instan, tentunya arusnya cepat juga. Dan ini juga yang memaksa orang untuk seakan terus berlari, mengejar sesuatu. Apa yang dikejar, kita ga tau persis. Dan kita jadi segan berhenti untuk melihat2 dulu, mencari tahu apa yang dikejar, karena takut tertinggal... Begitu kira-kiranya.
Tentang ini, aku pernah baca satu buku yang bagus banget, judulnya Hope For the Flowers

Kemudian, manusia sekarang kan sudah tidak lagi hidup dengan meninggalkan jejak. Jaman dulu, di waktu orangtua kita dulu, keluarga kita masih hidup di sebuah jaman di mana kita masih serba membuat segala sesuatu, di mana keluarga masih meninggalkan jejak-jejak dalam berbagai bentuk. Dan jejak-jejak inilah yang meninggalkan cerita dan memori untuk kita... Dan di sanalah waktu terrekam.

Di ruang tidur anak2, mereka sekarang tidur di tempat tidur yang dibuat mama-ku untuk aku waktu kecil dulu... Kalo diitung udah lewat puluhan tahun yang lalu. Walaupun tampangnya udah butut, saat aku mengantar / menemani anak2 tidur, memori seringkali kembali ke pikiranku saat melihat tempat tidur itu... Semacam itu...

Lalu bagaimana dengan sekarang ini. Apa yang bisa kita perbuat dengan ritme kehidupan yang sedemikian cepat, yang terus menyeret kita terus berlari... Rasanya kita perlu mencari hal-hal yang bisa dijadikan jejak. Salah satu caranya adalah meninggalkan dan menyimpan karya-karya kita... Kenapa karya, karena aku pikir, kita meninggalkan sebagian dari diri kita di dalamnya. Minggu lalu saat membereskan rumah, aku membuka album di mana aku menyimpan kertas-kertas coretan dan gambar anak2 ku waktu kecil dulu... Dan waktu seakan berhenti, dan berputar mundur... di mana aku bisa tersenyum dan mengingat mereka di usia saat mereka membuat gambar-gambar itu dulu.

Saat aku buat posting ini, tak terasa sudah 100 posting aku buat di blog ini. Kenapa aku bikin blog ini, aku sebatas ingin merekam perjalananku untuk anak2ku lihat nanti. Di sini aku simpan cuplikan karyaku, pengalamanku, cerita-cerita, pemikiran dan refleksi diriku...

Aku ingin bisa meninggalkan sesuatu walaupun kecil, meninggalkan jejak. Aku hanya berharap jejak2 digital ini akan tetap terus ada sampai anak-ku bisa melihatnya lagi nanti sewaktu mereka dewasa... agar jejak2 ini menghentikan dan memutar balik waktu... sementara aku musti mencari lagi jejak2 apa yang bisa aku tinggalkan saat ini, supaya selagi waktu bergulir semakin cepat, aku masih bisa melihat di mana aku pernah melangkah di dalamnya...

Monday, July 20, 2009

underneath the big blue sky

udah rada lama ga boseh... posting aja ah foto narsis lagi sepedahan...
lokasi di sekitar Cibodas Maribaya - photo by Murdock
Nice shot bro... Keren !

Thursday, July 16, 2009

an honest prayer

How true, how true indeed...

"Heavenly Father, We come before you today to ask your forgiveness and to seek your direction and guidance.
We know Your Word says, "Woe to those who call evil good" But that is exactly what we have done. We have lost our spiritual equilibrium and reversed our values.
We have exploited the poor and called it the lottery.
We have rewarded laziness and called it welfare.
We have killed our unborn and called it choice.
We have shot abortionists and called it justifiable.
We have neglected to discipline our children and called it building self esteem.
We have abused power and called it politics.
We have coveted our neighbour's possessions and called it ambition.
We have polluted the air with profanity and pornography and called it freedom of speech and expression.
We have ridiculed the time-honoured values of our forefathers and called it enlightenment.
Search us, Oh, God, And know our hearts today;
Cleanse us from every sin and set us free. Amen!"

By Minister Joe Wright at the new session of the Kansas Senate

Tuesday, July 14, 2009

Thanks Dad for Showing Me How Poor We Are

One day, the father of a very wealthy family took his son on a trip to the country with the express
purpose of showing him how poor people live. They spent a couple of days and nights on the farm of
what would be considered a very poor family. On their return from their trip, the father asked his
son , "How was the trip?" "It was great, Dad.""Did you see how poor people live?" the father
asked.."Oh yeah," said the son. "So, tell me, what did you learn from the trip?" asked the father.

The son answered:"I saw that we have one dog and they had four. We have a pool that reaches to the
middle of our garden and they have a creek that has no end. We have imported lanterns in our garden
and they have the stars at night. Our patio reaches to the front yard and they have the whole
horizon. We have a small piece of land to live on and they have fields that go beyond our sight. We
have servants who serve us, but they serve others. We buy our food, but they grow theirs. We have
walls around our property to protect us, they have friends to protect them. "The boy's father was
speechless. Then his son added, "Thanks Dad for showing me how poor we are.

"Isn't perspective a wonderful thing? Makes you wonder what would happen if we all gave thanks for
everything we have, instead of worrying about what we don't have. Appreciate every single thing you
have.

From one of the mailing lists I'm subscribing to. Thanks Wido for forwarding this my way.



Saturday, June 6, 2009

Bete sama BB (BlackBerry)

Aku lagi (sebenernya udah lama) bete sama BB (BlackBerry)

Apa karena ga punya duit buat punya BB, ya engga juga. (eh - ga punya duitnya mah iya)

Karena sekarang ini orang-orang yang punya BB seakan-akan ga punya kepedulian ya buat yang laen - non pengguna BB. Mungkin ga juga sih ya... mungkin sekedar kurang aware aja...

BB-nya sendiri secara teknologi sih ga papa ya. Karena toh dia pasti bermanfaat.

Sejak boomingnya BB di Indonesia, mailbox ku jadi banyak dipenuhi sama junk-mail.Email-email yang 'gada gunanya'. Email-email yang isinya one-liner, celetukan-celetukan ga jelas dan mungkin hanya diperuntukkan ke personil tertentu. Ya pastinya mailbox aku jadi penuh.

Buat sesama pengguna BB, dengan mudah dia menghapusnya. Tapi buat pengguna email yang ga pake BB ya jadi repot, saat mailboxnya tiba-tiba dipenuhi email yang isinya ga jelas dan itu tadi, ga berguna.

Satu Thread yang seharusnya pendek bisa jadi berbelas-belas respon karena banyaknya pengguna BB yang dengan mudah bisa celetak-celetuk spontan, tanpa sadar bahwa responnya diterima oleh puluhan bahkan ratusan member milis yang jangan jangan tidak berkepentingan dengan celetukan-celetukan one-liner tadi...

Masalahnya di mana? Banyak pengguna BB yang ga aware bahwa media yang digunakan adalah email. Electronic Mail. Bukan SMS. Electronic Email kan ya surat: surat elektronik. Dan saat Electronic Email dimanfaatkan jadi seperti SMS - short message, ya begitulah, ada pihak-pihak yang dirugikan. Sebetulnya ini berhubungan erat dengan apa yang dulu sempat eksis dengan nama NETIQUETTE : etiket ber-internet. Lalu kemana sekarang Netiquette ini ya ga ada ya. Jadi ga berbudaya gitu sepertinya...

Jadi salah satu pembicara di ECF - waktu itu Romo Prof. Dr. Alex Lanur yang bawain tema HomoFaber... Katanya manusia itu kan yang menciptakan teknologi, tapi sekarang jadinya teknologi juga yang akhirnya mengendalikan manusia (maksudnya banyak dampak2 negatifnya juga)...

Kemaren sempet ngobrol sama temen-temen yang kebetulan sepemikiran... Lucu juga saat ada orang yang senang punya BB karena sekedar senang notification tone nya di BB-nya sering bunyi. Padahal penting sih engga. Mungkin sekedar serasa eksis gitu ya? Lalu pertanyaannya sebetulnya eksistensi elu di dunia nyata jadinya begimana?

Hehe, kok jadi ngomel panjang pendek... Tapi ya begitulah ceritanya. Curhat ini aku posting di blog untuk sekedar mencatatkan bahwa kok ada juga ya masanya aku sangat terganggu sama perkembangan teknologi. Sesuatu yang sebetulnya cukup aku ikuti, aku manfaatkan dan sangat membantu melakukan kegiatan-kegiatan aku sehari-hari sejak dulu... Mudah-mudahan ini cuman satu tahapan yang musti dilewati para pengguna teknologi baru yang mungkin awarenessnya belum nyampe sana... mudah-mudahan deh.

Thursday, June 4, 2009

HOME - a movie by Yann Arthus-Bertrand


HOME by Yann Arthus-Bertrand (photographer, filmmaker) In April 2007 he started directing a movie firstly called Boomerang. He will later change the title into Home. The movie is produced by Luc Besson and financed by the PPR group (a French multinational company). Yann Arthus-Bertrand intends to show the state of our planet and the challenges humanity faces. Home will be released worldwide on June 5th 2009. It will be shown across the globe in cinemas, television, DVDs and in streaming on the internet (Arthus-Bertrand gave up his author’s rights).
The emissions of greenhouse gases produced by the movie’s shooting were offset through Yann Arthus-Bertrand’s organisation GoodPlanet and its 'Action Carbone' program.


Source quoted from Wikipedia:
http://en.wikipedia.org/wiki/Yann_Arthus-Bertrand
Clips of the film link: http://www.youtube.com/watch?v=mBE0G9BrtWw
More about the film director: www.yannarthusbertrand.org

Saturday, May 30, 2009

'don't think about the past or the future'

Rabbi Elisha ben Abuyah used to say:

“Those who are open to life’s lessons and who nurture no prejudices are like a blank sheet of paper on which God writes his words with divine ink

“Those who are always looking on the world with cynicism and prejudice are like a sheet of paper already written upon and on which there is no room for new words.

“Don’t bother about what you already know, or what you don’t know. Don’t think about the past or the future, just let the divine hands write down each day the surprises of the present”.

from warrior of the light

Wednesday, May 20, 2009

Tepian Tanah Air






Gambar-gambar ini cuplikan dari buku Tepian Tanah Air...
Buku yang bagi saya luar biasa, hasil karya teman-teman yang menjelajah halaman rumah Indonesia dalam Ekspedisi Garis Depan Nusantara, menyambangi 92 pulau terluar milik kita semua...
Belum pernah sebelumnya ekspedisi semacam ini kita laksanakan sejak negara kita merdeka 64 tahun yang lalu. Dengan sebuah kapal kecil, teman-teman dari komunitas Rumah Nusantara dan Wanadri ditambah anggota masyarakat - khususnya Bandung mengunjungi, mendata dan memberi penanda pada pulau-pulau tersebut. Foto-foto di dalam buku ini yang menunjukkan betapa luar biasanya Negara Kepulauan Republik Indonesia dari halaman ke halaman membuat diri merasa haru pun merasa tersentuh tentang bagaimana kita sebagai masyarakat masih sangat tidak menghargai 70% wilayah negara kita yang berupa lautan dan perairan...

Saat blog-post ini ditulis, ekspedisi baru saja berangkat melaksanakan perjalanan ke bagian tengah Indonesia.
Kita doakan ekspedisi ini berjalan lancar dan selanjutnya membawa makna dan penghayatan baru pada bagaimana kita merefleksi diri sebagai bangsa yang memiliki satu-satunya negara dengan keunikan seperti Indonesia di planet ini.

pesan sponsor saya : dukung ekspedisinya, miliki bukunya, cintai negeri kita

www.garisdepannusantara.org

Saturday, May 9, 2009

Jambore VW - Sabuga

It's not a car, it's a Volkswagen
Entah kenapa mobil ini sejak dulu selalu menarik perhatianku. Mungkin karena ga ada mobil yang karakternya seperti VW ini. Jadi dia itu memang bukan mobil, tapi ya VW.
Aku senang bahwa komunitas VW masih terus eksis sampe hari ini.
Dateng ke pameran ini jadi ngingetin aku masih punya 'harta' di garasi.
Sebuah VW Beetle 1500 tahun 1968 (buset udah 40 tahun lebih ya) yang minggu berikutnya langsung aku bersihkan dan nyalakan mesinnya.
Mudah-mudahan aku segera punya modal untuk membawanya kembali berkeliaran di jalanan kota Bandung - Keliling kota sama anak-anak dan mantan pacarku... Betapa asiknya... Amin.

Saturday, May 2, 2009

Pour Daisy by Anne Nurfarina

Udah lama banget teman saya Anne ini ga berkarya. Karya-karya terakhirnya adalah karya grafis yang dibikin waktu tugas akhirnya di SR ITB kalo ga salah. Anne Nurfarina (sekarang dosen DKV Universitas Pasundan) yang sobat karibnya adikku Ine, tiba-tiba mengirim SMS dan mengundang aku untuk hadir ke pembukaan pamerannya di Galeri Titik Oranye - di sekitar Taman Pramuka Jalan Riau... Surprise juga...

Anne Nurfarina
Ceritanya proses Anne berkarya kali ini gara-gara terus dimotivasi oleh temannya Dessi. Dessi sendiri saya kenal adalah seniman keramik. Kebetulan waktu mengijinkan, meluncurlah saya ke tempat pamerannya Anne. Kapan lagi, ya ga? Kebetulan juga udah agak lama saya tidak mampir-mampir ke galeri dan ngobrol2 sama teman-teman seniman. Sesuatu yang dulu sempat cukup sering saya lakukan...



Karya Anne seperti yang dulu punya ciri khas ke kanak-kanakan. Itu menurut saya. Tapi kali ini karena medianya kanvas dan pinsil, karakter Anne muncul agak beda. Walaupun gaya Anne yang 'dekoratif - centil' tetap kental teramati. Menarik. Buat saya menarik karena temanya adalah tentang dirinya sebagai seorang ibu, kreasinya yang tampil tidak berwarna seakan jadi bertolak belakang.
Bagaimanapun ada suasana suram di sana. Tapi toh detail-detailnya sangat riang dan dinamis...
Lucu juga jadinya...

Eniwei, kenapa saya senang ketemu para seniman terutama karena mereka (pada umumnya) punya beberapa ciri khas di dalam ke-senimanan-nya yaitu, yang pertama adalah BERKARYA. Kadang mereka berkarya hanya karena sekedar ingin berkarya, demi mengekspresikan sesuatu yang ada dalam diri mereka. Ini yang menarik. Ini yang buat saya rasanya sangat humanis, karena sangat nyambung dengan spirit kebebasan - freedom. Melakukan sesuatu bukan karena tuntutan orang, bukan atas dasar order (pesanan), bukan karena aturan atau perintah orang lain...
Kedua, mereka (tidak semua juga) berupaya betul menampilkan diri mereka apa adanya. Style Gue jadi penting artinya. Kalo niru gaya atau langgam orang lain bukan seni namanya...

Mungkin tidak banyak yang menyadari betapa luar biasanya dua hal itu. Buat saya ada banyak esensi kemanusiaan yang hadir dalam dua hal tersebut : berkarya dan ekspresi diri.

Jadi, wilujeng kanggo teh Anne. Semoga tidak berhenti berkarya...

Thursday, April 30, 2009

surreal forest

surreal forest
ini adalah salah satu suasana yang berhasil saya rekam saat jalan-jalan pagi hari di Taman Hutan Raya Juanda - beberapa waktu yang lalu...
wah suasananya asik banget. kabut baru saja terangkat, matahari baru saja berhasil menembuskan cahaya hangatnya ke antara pepohonan. juga harumnya wangi pepohonan dan segarnya udara di sana, warna-warni yang kaya...
tak tergambarkan, tapi tak terlupakan juga...
gambar ini hanya satu pengingat belaka...
doa dan harapanku seperti biasa... semoga tetap lestari, paling tidak di sini saat anak cucuku berdiri di titik ini... kelak...


Saturday, March 28, 2009

Earth Hour at home



We switched off the Main Control Board at exactly 8.30
The kids were running around with flashlight in their hands, putting candles on the tables and lit them.

We then sat on the dining table and chatted and laughed, later on we began singing different songs.
It was a wonderful, different atmosphere. Quiet, cozy, warmed by the dancing lights of the candles. And there were only the sounds of our voices and laughter. Usually there's the sound of the TV or at least the humming noise of the refrigerator.

You know what? We should do this more often. Let our earth take deep breaths more often.



What was also amazing is that the children really enjoyed it. I guess we are going to do this more often...

Thursday, March 12, 2009

cute presents for my birthday

I found these stuffs on my desk the morning on my birthday...

A small card, some small stars, bright silver and orange and a small origami
box.

All these was handmade by Inka, my daughter. What a wonderful gift.

I don't know why she picked that particular drawing of the dog. Maybe she
thought that somehow my personality is reflected by it...
Hopefully I am not that serious, or am I? Thanks so much Inka... Anyway I really
appreciate it which is the reason why I put this on my blog as one of the
wonderful moments on my journey...

Saturday, February 14, 2009

Pertemuan Simpul Pendidikan Bandung : menghadapi UU BHP


Bertepatan dengan hari kasih sayang (valentine's day) saya hadir di pertemuan Simpul Pendidikan, sebuah forum pendidikan yang sudah cukup lama eksis di Bandung. Saya sendiri baru pertama kali menghadiri pertemuan ini.
Kali ini kita membahas tentang UU BHP, salah satu hal yang cukup bikin heboh dunia pendidikan. Sebetulnya (terus terang) hal-hal ini cukup 'bikin males' kita-kita pengelola dunia pendidikan, tapi sebagai lembaga pendidikan yang eksis di Indonesia, bagaimanapun ini sangat penting untuk kita pahami sepenuhnya dan kemudian bisa kita jadikan pijakan tentang bagaimana kita menyikapi dan memosisikan diri dalam konteks formalitas lembaga pendidikan.

Narasumber di pertemuan itu : Pastor Ferry Sutrisna yang menganalisa konten (isi / substansi UU BHP) dan Ibu Notaris Anita yang membahas dari sisi legalitasnya.

Hadir di pertemuan itu (mudah-mudahan tidak ada yang terlewat) Bapak dan Ibu mewakili sekolah Tunas Unggul, Gemilang Mutaffanin, Al Azhar Syifabudi, Yayasan Mentari, SD Bianglala dan teman-teman dari Cendekia Leadership School, Gagas Ceria sebagai tuan rumah dan saya mewakili Rumah Belajar Semi Palar.

Kesimpulan umumnya (yang saya pahami) adalah sbb :
  • Spirit dari UU BHP ini adalah kemandirian / otonomi penyelenggaraan sekolah. Dan karena asas otonomi itu, banyak hal-hal baru yang diatur dalam Undang-undang sehingga otonomi tersebut tidak disalah-gunakan. Dari sisi ini, saya pribadi melihat hal ini sangat mencerahkan. Dan menjadi sejalan dengan UU Sisdiknas yang spiritnya juga - sebagian besar adalah otonomi, yang kemudian diterjemahkan dalam Kurikulum 2006 - KTSP, dimana sekolah menjadi tempat dimana kurikulum diolah dan diterjemahkan ke dalam pelaksanaan pembelajaran. Otomatis karena peran negara dikurangi akan ada banyak hal yang diatur lebih detail sehingga 'pengawasan' negara / birokrasi bisa dialihkan ke stakeholder sekolah itu sendiri, seperti orangtua, guru dan kepala sekolah. Hal ini juga kemudian akan mensyaratkan keterbukaan pengelolaan (transparansi manajemen) dan lain sebagainya. Singkatnya ini hal yang asik (dalam opini pribadi saya)
  • Hal yang banyak disorot dan dikritisi masyarakat adalah soal pendanaan. Karena dengan anggaran pemerintah untuk pendidikan sebesar 20% dari APBN, berdasarkan UU, negara WAJIB membantu pendanaan sekolah-sekolah negeri. Tapi tidak demikian untuk sekolah / yayasan2 swasta. Disebutkan pemerintah boleh (tidak wajib) membantu sekolah swasta. Hal ini akan sangat membalik / merubah situasi penyelenggaraan persekolahan di Indonesia karena sejak dulu sekolah swasta hidup menyelenggarakan kegiatan pendidikan dari dana masyarakat. Dikhawatirkan ketimpangan pengaturan ini akan mematikan lembaga-lembaga pendidikan swasta, yang selama ini ikut berpartisipasi membantu pemerintah menyelenggarakan pendidikan untuk masyarakat. Kalau dipandang UU ini tidak adil, ya memang demikianlah adanya.
Dengan banyak kelemahan saya lihat UU BHP ini juga ada kelebihan-kelebihannya. Dan ini adalah salah satu langkah penting dalam dinamika penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Semoga saja dalam pelaksanaannya, tidak banyak penyimpangan. Dan tanpa berpikir terlampau pesimistik, mudah-mudahan UU BHP ini bisa jadi pijakan penting perbaikan pendidikan di Indonesia (maksudnya anggaran tidak banyak disalah-gunakan dan tepat sasaran) sehingga masyarakat Indonesia bisa setahap demi setahap melangkah maju...

Sudah terlalu lama kita berdiri di satu titik... bahkan jangan-jangan melangkah mundur...




Friday, January 16, 2009

dari Kahlil Gibran

Anakmu bukan milikmu
Mereka putra-putri Sang Hidup yang rindu pada diri sendiri
Lewat engkau mereka lahir, namun tidak dari engkau
Mereka ada padamu, tapi bukan hakmu
Berikan mereka kasih sayangmu,
tapi jangan paksakan pikiranmu
sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri

Patut kauberikan rumah untuk raganya,
tapi tidak untuk jiwanya,
sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan,
yang tiada dapat kau kunjungi, sekalipun dalam impian.

Kau boleh berusaha menyerupai mereka
Namun jangan membuat mereka menyerupaimu
Sebab kehidupan tidak berjalan mundur
Pun tidak tenggelam di masa lampau

Kaulah busur dan anak-anakmulah, anak panah meluncur.
Sang Pemanah maha tahu sasaran bidikan keabadian
Dia merentangmu dengan kekuasaanNya
Hingga anak panah itu melesat jauh serta cepat

Meliuklah dengan suka cita dalam rentangan Sang Pemanah
Sebab Dia mengasihi anak panah yang melesat laksana kilat
Sebagaimana pula dikasihiNya busur yang mantap.

~Kahlil Gibran~