Hari ini peringatan hari Pahlawan 10 November. Kita mengenang jasa-jasa para pahlawan kita yang memungkinkan kita hidup dalam situasi hari ini. Sebuah posting pendek di grup fb - Rumah Belajar Semi Palar dari seorang murid berbunyi "Selamat Hari Pahlawan". Entah kenapa saya tergelitik untuk meresponnya. Mungkin ada hubungannya dengan apa yang tertulis di atas tadi.
Merefleksi Hari Pahlawan yang diperingati hari ini, kata 'ikhlas' menjadi satu kata yang ingin saya ulas di sini. Kalau dipikir, keikhlasan menjadi sirna saat kita sendiri yang mengatakannya. Sebuah kata yang tidak bisa kita sebutkan atau kita gunakan untuk melabeli apapun yang kita lakukan. Teringat sesuatu yang disampaikan pemateri di satu sesi kuliah ECF (Extension Course - Filsafat) di Unpar beberapa waktu lalu, bahwa saat kita berkata "Ngga kok, saya ngga minta apa-apa, Tuhan tahu apa yang saya lakukan" - apa yang sepertinya ikhlas juga akhirnya pupus nilai keikhlasannya - karena kita menyimpan harapan Tuhan tahu apa yang kita lakukan. Kita masih mengharapkan imbalan. Sepertinya kita perlu belajar dari para pahlawan kita - yang bahkan sampai mengorbankan jiwa raganya - bahkan dengan pengetahuan bahwa mereka tidak akan menikmati hasil perjuangan itu, proses itu - perjuangan itu tetap mereka lakukan, jalan itu tetap mereka ambil.
Saat ini banyak hal begitu lebur dengan segala teori, sistem, jargon dan cara berpikir modern - yang setelah dipikir-pikir justru sangat terbelakang. Dalam pola pikir masyarakat modern, saat kita bekerja, kita banyak mengukur apa yang kita lakukan dengan profesionalisme. Supaya profesional, harus dihargai dong... supaya berkualitas, ada harganya dong yang harus dibayar, dan seterusnya - dan seterusnya. Di jaman sekarang ini, hal-hal yang diwarnai keikhlasan - yang notabene nilainya tinggi (tidak terbayarkan) memang sudah sulit ditemukan. Di sebuah forum di Gedung Indonesia Menggugat - beberapa waktu lalu - kang Tjetje sempat menyampaikan, dulu kalau pimpinan mengatakan harus pindah tugas, kita segera bergerak - siap melaksanakan tugas. Sekarang apa yang diributkan adalah Biaya Perjalanan Dinas lah, ini lah, itu lah... Dulu mempertanyakan hal-hal tersebut - seperti istilah kang Tjetje adalah HINA!
Orang sering lupa bahwa mereka yang betul-betul bekerja dengan keikhlasan-lah - yang sungguh-sungguh sepenuh hati merekalah yang akhirnya memunculkan performa dan profesionalisme yang tinggi. Pada saat yang sama karena mereka tidak berhitung dan tidak mengukur, dedikasi dan integritasnya justru melimpah tidak terukur. Sebagai catatan, sama halnya dengan keikhlasan, dedikasi atau integritas-pun adalah sesuatu yang tidak berbunyi / kosong saat kita sendiri yang mengucapkannya sendiri - bagaimanapun cara mengungkapkannya...
Saya beruntung masih bisa bertemu dengan mereka yang betul-betul bekerja dengan dasar keikhlasan - beberapa di antaranya menjalani profesi sebagai guru. Kalaupun bukan guru, buat saya mereka adalah guru karena sangat menginspirasi. Bagi saya mereka adalah pahlawan, dan saya tidak perlu menyebut siapa namanya, karena saya yakin mereka ini-pun tidak peduli... Banyak peristiwa di hari-hari ini yang mendorong munculnya catatan refleksi ini. Jujur ada kegelisahan saat keikhlasan semakin langka ditemukan hari-hari ini. Karena saat inspirasi juga sulit ditemukan, dari mana anak-anak kita kelak mendapatkan keteladanan?
Peringatan Hari Pahlawan - 10 Nopember 2013 - pukul 10 malam...
1 comment:
Wah, terima kasih kak, status saya dijadikan postingan di blog kakak :D
Post a Comment