"Saya dan Romo Mangun berbeda agama, tapi satu iman," kata Gus Dur suatu kali.
Iman bagi Gus Dur bukanlah suatu benteng: suatu konstruksi di sebuah wilayah. Benteng kukuh dan tertutup bahkan dilengkapi senjata, untuk menangkis apa saja yang lain yang diwaspadai. Bangunan itu berdiri karena sebuah asumsi, juga kecemasan: akan ada musuh yang menyerbu atau pecundang yang menyusup.
Iman bagi Gus Dur bukanlah sebuah benteng, melainkan sebuah obor. Sang mukmin membawanya dalam perjalanan menjelajah, menerangi lekuk yang gelap dan tak dikenal. Iman sebagai suluh adalah iman seorang yang tak takut menemui yang berbeda dan tak terduga. Terkadang nyala obor itu redup atau bergoyang, tapi ia tak pernah padam. Bila padam, ia menandai perjalan yang telah berhenti...
dari Catatan Pinggir Goenawan Mohamad, TEMPO, 17 Januari 2010
No comments:
Post a Comment