Tuesday, March 2, 2010

... akar Masyarakat Indonesia adalah Kenusantaraannya!

EPILOG buku acara pentas teater Perjuangan Suku Naga
oleh Aat Soeratin

Tak dapat dipungkiri, kini telah semakin tumbuh kesadaran pada masyarakat Indonesia bahwa kebesaran Nusantara adalah karena kebhinekaan suku bangsa yang dimilikinya. Maka secara substansial: menjaga, memelihara dan mengembangkan eksistensi etnisitas adalah tugas mulia dan kewajiban utama setiap warga negara demi berkembangnya kultur bangsa Indonesia agar dapat menyumbangkan berbagai-bagai manfaat dan kebajikan kepada peradaban dunia sehingga kita bisa "duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi" dengan kebudayaan bangsa mana pun di dunia.

Telah tiba saatnya masyarakat Indonesia untuk bergerak sigap menjajari percepatan masa depan dengan semangat "keindonesiaan" - yang digali dari kedalaman lokalitas Nusantara - jika tak ingin tertinggal jauh oleh saudara kita dari bangsa lain yang telah lebih dulu memupuk semangat dan melompat menyambut masa depan kebudayaan dunia. Pergerakan ini tak mungkin dilaksanakan tanpa dilambari rasa 'persatuan dan kesatuan' di kalangan masyarakat Nusantara. Ibarat mendorong sebongkah batu gunung yang menghalangi jalanan umum, maka seribu tangan akan lebih berdaya guna ketimbang satu-dua tangan saja meski sekuat apa pun tenaga satu-dua tangan itu.

Maka kini, upaya ngarumat, ngamumule, memelihara, memuliakan Kebudayaan Nusantara, sepenuhnya bergantung hasrat dan kepedulian kita bersama. Hasrat untuk memuliakan etnisitas timbul dari kesadaran bahwa kejayaan Indonesia terbentuk karena kebhinekaan wilayah budaya yang menyimpan beratus etnik dengan kearifan tradisinya masing-masing. Dan mengasah kekayaan etnik memaknakan secara lebih hakiki pengertian Bhinekka Tunggal Ika, semboyan kolektif yang selama ini kita usung bersama. Kepedulian untuk menjaga nilai-nilai kearifan tradisi, menerbitkan keinginan saling memberi dalam rasa tulus dan nawaitu beribadah. Hasrat dan kepedulian semacam itu melatari laku budaya yang hanya akan muncul karena rasa cinta.

Bagaimanapun, senantiasa harus diyakini bahwa kemana pun jauhnya kita melangkah, di level mana pun kita kini berada, "akar" masyarakat Indonesia adalah "kenusantaraan"nya. Dan betapa malangnya manusia yang hidup dalam zaman globalisasi seperti sekarang ini tanpa mempunyai akar yang menancap ke banjar karang pamidangan, nagara ancik-ancikannya. Seolah kembara yang tak punya Tanah Air untuk pulang.

Kiranya, hanya dengan itu kita dapat menyongsong masa depan dengan penuh harga diri.


Hanya dengan itu.



Kutipan ini saya angkat dari booklet acara pentas teater "Kisah Perjuangan Suku Naga" yang dipentaskan tanggal 11 s/d 15 November 2009 sebagai bagian rangkaian kegiatan Bandung Mengenang Rendra.

Kutipan ini bagi saya sangat menginspirasi... Tulisan pendek yang penuh dengan kata kunci tentang kita semua, tentang jati diri kita dan bagian dari sebuah bangsa... Sebuah bangsa yang semakin terombang-ambing seperti tanpa tujuan, tanpa pegangan dan tanpa paham kemana harus kembali, karena kita semua tidak, atau belum betul-betul paham dan peduli tentang akar kita sendiri... Akar yang memang tidak pernah tampak di permukaan, tidak tampak dalam pandangan, terpendam bahkan mungkin diinjak-injak, justru sesuatu yang penting, karena akar-lah kita yang bisa membuat kita tahu siapa diri kita, bagaimana kita berdiri dan berpegang saat angin kuat menerpa kita. Saat segala sesuatu yang bertajuk globalisasi menerpa, saat segala sesuatu yang asing bertebaran di sekitar kita, akar justru jadi luar biasa penting, karena akar adalah tempat kita berpijak, mengingatkan kemana kita harus kembali sejauh apapun kita pergi dan memahami siapa diri kita sedalam-dalamnya.

Hatur nuhun Kang Aat, hatur nuhun buat semua yang masih memperjuangkan budaya kita, akar kita...

No comments: