Beberapa hari lalu aku terima email tentang isu BakSil ini di mailbox-ku.
Spontan terpikir : "Buset!, kemaren kan udah, ga bosen-bosen ya yang coba-coba menduduki Babakan Siliwangi". Sepintas aku cerita sama anak-anakku. Yang kecil pengen tau lebih jauh, katanya : "kenapa sih pah?" "Ini... ada hutan kota mau dijadiin mall, pohon-pohonnya mau ditebangin."
Ga lama aku dapet telepon dari temanku Rizki, redaksinya Greeners. Katanya ada kumpul-kumpul
teman-teman yang peduli sama Babakan Siliwangi, kegiatannya mau bersih-bersih dan mau ngobrol-ngobrol soal itu. Sebentar kemudian saya online untuk ikutan ngisi 'online-petition : save Babakan Siliwangi'. Anak-anak ikut ngumpul di depan komputer. Sabtu, 13 September sekitar jam 2 an, yang ikutan ngisi petisi sudah ada 1446. Komentar-komentarnya mereka ikut baca. Lalu kita masuk ke blognya untuk liat-liat. Di halaman depannya ada foto udara kawasan itu, Sabuga dan sekitarnya. Terlihat jelas sabuk pepohonan di area Babakan Siliwangi itu.
Lalu aku bilang sama anak-anak, sore nanti aku mau ke sana. Mau apa? tanya mereka. Mau liat2 dan kumpul-kumpul sama temen-temen yang mau mencegah hutan itu di rubah jadi mall. Spontan mereka bilang "Aku mau ikut!'. Sore harinya jam 4 akhirnya kitapun menuju ke sana. Sesampainya mereka-pun
mulai mengamati pepohonan yang ada di sana, lengkap dengan apresiasi mereka yang khas anak : "wah yang itu tuh pohonnya bagus!" "waah pohonnya gede-gede ya!" "mana sih yang mau dijadiin mall?" Baru hari itu juga akupun ikut mengamati betul situasi yang ada di sana. Aku hanya bisa tarik nafas mengimajinasikan pepohonan yang sekarang asri ada di sana digantikan oleh dinding-dinding beton tak bernyawa.
Setelah parkir yang terlihat hanya sekelompok teman-teman pesepeda dari komunitas Bike to Work. Setelah keliling sebentar akhirnya kami mencari-cari tempat kumpul dan ketemu di salah satu saung restoran lama yang masih berdiri. Ada kelompok teman-teman di sana. Seorang teman seniman, Gustaff, ada juga uwa Endang (kalau tidak salah pemangku adat di beberapa daerah di Jawa Barat.
Gustaff bicara tentang 'bunuh diri ekologi', setelah bercerita sedikit tentang sejarah kota Bandung. Kota yang sedianya hanya dirancang untuk 400.000 penduduk. Yang menarik, uwa Endang bercerita bahwa dulu, di Jawa Barat, masyarakat Sunda punya kebiasaan ritual tahunan yang tidak pernah terlewatkan : yaitu meruwat (selametan) sumber air, mata air, sumur, sungai dan lain sebagainya.
Air yang memang sumber kehidupan memang ditempatkan jadi sesuatu yang dimuliakan. Itulah sebabnya banyak sekali nama daerah di Jawa Barat dimulai dengan awalah 'Ci'. (Cibadak, Cipaganti, Cihampelas, Ciamis, Cilaki, Cibarengkok dan lain sebagainya)
Sebuah penghormatan, di mana air memang sumber segala kehidupan di suatu daerah . Uwa Endang menambahkan. Kita hidup itu dari alam. Daging, darah, tulang dan kulit kita adalah berasal dari makanan dan minuman yang semuanya berasal dari alam. Kalau alam kita rusak, bagaimana bisa menyehatkan diri kita?
Catatan terakhir yang saya ingat, uwa Endang bilang, para pengambil keputusan, para birokrat dan business man, tidak akan merasakan dampak dari segala keputusannya. Saat alam kita nanti rusak, anak cucu kita-lah yang akan mengalaminya. Betapa betul kata-katanya...
Akhirnya kitapun beranjak pulang. Si kecil tanya : "Udah pah? Udah selesai? Katanya mau ngumpul?" Ya ini ngumpulnya, udah selesai, nanti temen-temen ini pengen ngomong ke pa Walikota supaya hutan ini tidak jadi diganti bangunan. "Temen-temen yang ngumpul ini, menurut kamu mereka gimana? Mereka yang peduli atau gimana?". "Ya yang peduli", sebentar kemudian dia menambahkan...
"Kok cuman segini yang peduli?". Akupun terkejut mendengarnya, dan tidak bisamenjawab... Pertanyaan yang luar biasa dari seorang anak berusia 8 tahun...
Dalam perjalanan pulang, aku hanya bisa berpikir, apa yang bisa aku lakukan? Karena paling tidak aku berhutang untuk anak-anak saya. Dan seharusnya ada sesuatu yang bisa aku lakukan untuk mereka...
1 comment:
hihihi ... komennya anak2 'menyodok' sekale ya, ndy? yang peduli sih banyak meureunan mah, tapi cuma sekedar lip service .. lebih banyak lagi.
Jadi inget, waktu pertama kali imelnya Ridwan Kamil gue terusin ke milis sma, ada temen yang nyeletuk : so .. tindakan nyatanya apaan nih? cuma bikin petisi doang?
Hoh ?! Gue pikir, membuat petisi or bikin tulisan udah do something bukan yak, instead of do nothing ..
okd, ndy ... gue sangat berharap bisa melakukan lebih dari sekedar yang udah gue lakukan sekarang. semoga bisa membuat dunia yang lebih baik bagi anak cucu .. ocreh ?!
Post a Comment